“Tepat dihari ke 28 bulan ke 7 aku
pertama kali melihatnya, pesonanya seperti magnet yang menarik mata. Hanya
beberapa sesaat dan dia pun menghilang terbawa oleh ramainya kerumunan”
Hari itu adalah hari pertama masa
orientasi untuk para siswa baru, dan aku termasuk didalamnya. Selama 3 hari
akan dilakukan masa orientasi untuk pengenalan para siswa baru. Cukup
melelahkan untuk dikerjakan. Beruntung sekolah ini tidak melakukan hal diluar
kewajaran pada masa orientasinya. Karena menurut surat kabar dikota ini,
beberapa sekolah memperlakukan siswa baru seperti orang gila. Cukup
bodoh,mengingat bahwa sekolah adalah tempat seseorang untuk belajar dan
bersosialisasi. Bukan tempat seseorang dipermalukan.
Tapi, itulah faktanya.
Sudah 30 menit aku duduk mematung
dipinggir lapangan, melihat orang lain berlalu lalang dan dengan cepat
menghilang. Tidak ada yang menarik dipagi itu. Matahari perlahan mulai muncul
dari balik bukit di belakang sekolah, sedangkan beberapa daun kering berguguran
jatuh kebawah. Satu satunya hal yang menarik dipagi itu hanya udara dingin.
Tepat jam tujuh pagi, seorang berpakain
seragam putih abu abu, mulai memecah keheningan, dan dengan mik yang ada
ditangan kanannya dia berbicara dengan keras dan lantang.
“diharapkan untuk semua siswa baru
berkumpul ditengah lapangan dan membuat barisan menghadap tiang bendera, karena
sebentar lagi akan ada apel pembukaan masa orientasi siswa baru yang akan
dipimipin oleh kepala sekolah”
Setelah kata terakhir terucap,diikuti
dengan dengan arahan beberapa orang berpaikan putih abu abu lainnya. Para siswa
baru bergerak ke tengah lapangan. Di bawah sinar matahari pagi, kerumunan ramai
itu mengatur tempat untuk dirinya
sendiri, masuk kedalam sebuah barisan, dan menyesuikan tinggi agar terlihat
rapi, beberapa orang berdiri didepan untuk
mengarahkan. Setelah semua barisan terlihat rapi, seorang dipinggir
lapangan dengan pakaian putih abu, mulai memberi isyarat untuk memulai apel
pagi itu.
Setelah beberapa menit mematung tegap
berdiri di tengah lapangan, melihat dan mendengerakan pidato kepala sekolah,
hingga pada akhirnya pemimpin upacara meninggalkan lapangan upacara, tanda apel
pagi telah selesai.
Hingga terdengar suara lembut seorang
wanita, membuat mataku menjelajah ke semua arah, mencari sumber suaranya. Walau
ku akui aku tak terlalu peduli dengan suara itu, tapi rasa penasaran yang kuat
membuatku pandangan bergerak. dan aku melihatnya, seorang wanita dengan banyak
pesona. Berbicara dengan pelan
“Maaf pak saya telat” jelasnya, sambil
menghela nafas panjang.
“kenapa kamu sampai telat? bukankah
sudah diumumkan agar para murid baru untuk datang tepat waktu” sambil matanya
menatap tajam kedepan. Membuatnya terlihat cukup garang dengan dengan kumis
tebal diatas bibirnya
“tapi pak...”
Belum saja dia menyelesaikan kalimatnya,
guru itu dengan tegas mengatakan.
“jika sudah terlambat, tidak perlu
banyak alasan. Mengerti?”
Dengan menelan kembali beberapa kata
dimulutnya, kemudian ia tersenyum kecil, dan berkata “maaf pak” sambil ia
menundukan pandanganya ke arah bawah.
“ya sudah kali ini saya maafkan, tapi
lain kali jangan sampai terlambat lagi. Cepat masuk barisan” tegasnya sambil
membuang pandangan ke arah lain.
“baik pak”
dan wanita itu berjalan perlahan kearah
barisan murid didepannya. Matanya mencari ke segala arah, sepertinya dia sedang
mencari temannya, atau orang yang dikenalnya.tanpa sadar mataku menatap tepat
ke bola matanya, tapi saat pandangnya hampir mengarah padaku, aku dengan cepat
mengalihkan pandanganku.
Sambil memandang beberapa orang
berpakaian putih abu, didepan tiang bendera. Mulutku berguman kecil. “semoga
dia tidak sadar”
Perlahan para murid meninggal kan
lapangan, menyebar ke banyak arah. Mereka duduk disekeliling lapangan sambil
tersenyum dan saling menertawakan. ada beberapa dari mereka yang mengambil
botol air minum dari tasnya. Sambil menahan keringat diwajah, mereka minum
dengan tenang, dan perlahan menutup kembali botol minum itu.
aku duduk dibawah pohon disudut terjauh
dari lapangan. memperhatikan suasana tenang pagi itu, Dan berharap hari ini
cepat berakhir. tak beberapa lama kemudian, terdengar suara yang cukup keras
dari pengeras suara di ujung lapangan yang bersebrangan.
“bagi nama yang disebutkan diharapkan
untuk datang ke sumber suara”
Satu hal yang terbayang saat itu adalah
tentang pembagian kelompok. Dan aku tau bagaimana mereka membagi ratusan murid
disini kedalam beberapa kelompok. cukup melihat peringkat saat tes masuk. Siapa
yang mempunyai peringkat lebih tinggi akan berda di kelompok pertama, kemudian
kelompok kedua berisi peringkat dibawah kelompok satu, dan sampai ke kelompok
terakhir, yang menjadi kelompok terendah. Peringkat memang menjadi sebuah hal
yang diingkan banyak orang. seperti dalam perlombaan, peringkat pertama akan
lebih di agungkan daripada peringkat kedua, dan peringkat kedua akan lebih di
agungkan daripada peringkat ketiga, dan seterusnya sampai peringkat terakhir.
Yang menjadi peringkat terendah
Atau dalam tangga makanan, beberapa
hewan di puncak tangga makanan akan selalu di untungkan, kenapa? Karena mereka
menjadi peringkat satu. Peringkat kedua hanya akan menjadi santapan no 1,
peringkat ketiga akan menjadi santapan no 2, dan seterusnya sampai peringkat
terbawah yang menjad produsen atau bahan makan.
Dan bagi mereka yang menjadi peringkat
terbawah. Cuma ada 2 pilihan ditangan mereka, berusaha menaikan peringkat, atau
tetap menjadi yang terbawah dan menunggu untuk dimakan.
Dan didunia manusia, peringkat selalu
disamakan dengan kekuasaan, pangkat, uang, dan semua gemerlap indah tentang
dunia. Siapa diantara mereka yang mempunyai banyak, maka mereka yang menjadi
peringkat teratas, mereka akan lebih mudah, memakan peringkat dibawah mereka.
Dan satu lagi, beberapa orang yang mempunyai peringkat atas, jarang sekali mau
berteman dengan mereka yang mempunyai peringkat bawah. Didalam pikirannya,
peringkat bawah hanya akan menjadi makanan bukan teman. Dan menjadikan makanan
menjadi teman bukan hal yang dibanggakan oleh mereka.
Tapi, tidak sedikit juga dari mereka
yang sudah meniggalkan pola pikir ini.
Panggilan yang cukup keras dari ujung
lapangan yang bersebrangan kini mulai meneriakan namaku, membuat aku bergerak
maju berjalan menghampiri suara itu.
Beberapa langkah awal saat ku berjalan,
aku melihat beberapa orang yang mulai berkelompok dari kejauhan walau samar
mataku melihat, dan setelah beberapa langkah kemudian, aku mulai bisa mendengar
suara tawa dari kelompok itu, awalnya hanya berbisik pelan tapi kemudian
tertawa dengan cukup keras membuat beberapa pasang mata mengarah kesumber suara.
tapi sepertinya mereka tidak peduli, dan terus mengulanginya lagi.
Sesampainya dikelompok itu Tak banyak
yang kukenal, dan aku juga tidak ingin banyak mengenal orang. aku melangkah,
mengambil posisi paling belakang di sudut kanan kelompok itu, dibawah pohon
rindang, dengan banyak daun berguguran.
bisa dibilang, aku adalah orang cukup pendiam,
tertutup dan pemalu. Karena butuh banyak waktu untukku terbiasa dan bisa beradaptasi
di lingkungan baru. Tapi jika sudah mengenal dengan baik, aku adalah orang
cukup menyenangkan, itu juga pendapat dari beberapa temanku yang sudah
mengenalku cukup lama.
Dan aku berusaha, untuk tidak menarik
perhatian orang. Menjadi pusat perhatian, adalah salah satu hal yang paling
tidak aku inginkan. Karena tidak terlalu menyenangkan melihat banyak orang yang
menatapmu. Apalagi jika kamu bisa mengerti apa yang didalam pikiran mereka.
Setelah menuggu beberapa menit, sambil
melihat banyak daun hijau yang menguning jatuh perlahan kebawah kakiku, sampai
ada suara kecil yang memanggil namaku dari belakang.
Aku perlahan menoleh, mencari sumber
suara. Melihat, dan cukup terkejut, ternyata orang yang memanggilku adalah
temanku baiku saat disekolah dasar.
“oy” sapaku pelan
“apa kabar? Lama gak ketemu?” tegasnya
sambil menyisir rambutnya klimisnya dengan tangan kanan, dan membuat muka yang
persis sama dengan beruang.
“baik, dan cukup sehat untuk saat ini”
ucapku pelan sambil memangdang ke depan.
Tanpa menghiraukan keramaian di
belakangku.
“gak ada perubahan, masih sama kayak di
sd dulu. Masih pendiam” ucapnya santai sambil bergerak maju ke sisi kirku, dan
mengarahkan matanya ke wanita berbaju putih abu abu di tengah keramian, dengan
menggunakan mik di tangan kiri dan membaca sehelai kertas di tangan kanan
dengan jam berwarna kuning cerah.
“tentu, dan tidak ada yang bisa
merubahnya” aku memutar badanku, mengikut arah pandang matanya menuju wanita
itu.
“dan kau juga tidak berubah” ucapku
pelan sambil melihat jam berwarna hitam di tangan kananku yang sudah menunjukan
angka 9.
“maksudmu?” ucapnya heran, sambil sekali
lagi menyisir rambut kelimisnya dengan tangan kanan, dan tangan kirinya tetap
berada didalam saku celananya.
“kau masih punya kebiasaan yang sama,
selalu menggunakan tangan kanan untuk menyisir rambut kelimismu, dan matamu
tidak pernah lepas dari wanita cantik sama seperti saat di sd dulu” ucapku
pelan sambil mengkuti arah kelompok itu berjalan, sampai tiba di sebuah ruangan
yang tak terlalu jauh dari lapangan.
Sambil melihat sekeliling kelas, aku
berjalan pelan menuju bangku paling belakang. ini Cuma teori tapi orang akan
lebih cenderung memilih tempat duduk dibelakang, bukan karena tidak mau
belajar, tapi tidak mau menarik perhatian.
FOR THE FAIREST part 2